KONFLIK DALAM ORGANISASI
Friday, 19 June 2009 18:53 Prof. Daniel Carolus Kambey, Ba., Ma., Ph.D.
E-mail Print PDF
PIDATO (ORASI ILMIAH) PENGUKUHAN - Disajikan kembali Oleh : Jeinner Jenry Rawung, S.Psi
MENGELOLA KONFLIK
Konflik yang tidak terkelola, dapat merusak lingkungan kerja dan para pekerjanya sekaligus. Harus segera diupayakan strategi penanganan konflik yang tepat. Kalau tidak tepat, sama halnya dengan inefisiensi. Sebab, banyak manajer yang energy dan waktunya telah banyak terkuras, hanya untuk menangani konflik. Itupun, kalau konflik berhasil dicarikan solusinya.
Apalagi, berkenaan dengan banyak perubahan drastis yang terjadi akhir-akhir ini. Lembaga pendidikan, termasuk perguruan tinggi saja, mengalami perubahan institusional, maupun perubahan regulasi yang berlaku di negeri ini. Perubahan institusional suatu organisasi, pasti akan berpengaruh pada perubahan struktur dan personalia. Bahkan akan berdampak pada hubungan secara individual maupun organisasional, yang tentunya berpotensi menimbulkan konflik. Jika konflik terjadi dan tidak segera ditangani tuntas, maka konflik tersebut bisa menggangu keseimbangan sumber daya, bahkan membuat tegang orang-orang yang terlibat.
Stevenin (2002:131) mengatakan bahwa, bila konflik tidak diperhatikan maka kita akan terjebak pada hal-hal berikut : kehilangan karyawan (mengundurkan diri atau dipecat), kemungkinan adanya sabotase dalam pekerjaan dan peralatan, menurunnya motivasi dan semangat kerja yang bermuara pada menurunnya kualitas kerja, sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim lewat gossip dan kabar burung, serta munculnya stress dikalangan karyawan (tergangunya efisiensi kerja dan orang mulai membolos).
Untuk mengelola konflik, para manajer, teristimewa pimpinan organisasi public, mesti menyadari bahwa karena konflik disebabkan oleh factor-faktor yang berbeda-beda, maka pendekatan yang digunakan untuk penanganan konflik juga itu berbeda, berdasarkan situasi dan kondisi, atau tergantung keadaan yang dihadapi. Beberapa factor yang perlu diperhatikan termasuk alasan mengapa konflik terjadi ataupun bagaimana hubungan pimpinan dengan pihak yang terlibat. Kemudian, ada tiga hal yang harus diingat dalam menerapkan model pendekatan, yaitu : keuntungan dan kerugiannya, kebutuhan terhadap hubungan yang bersifat konstruktif serta waktu yang tersedia dalam proses pengelolaan konflik.
Lacey (2003:20) memperingatkan bahwa, pemecahan konflik bukanlah berarti menghilangkan konflik, melainkan menyambutnya dengan baik dalam kehidupan kita, belajar darinya dan terus bergerak maju. Lebih tepat lagi, kita perlu mengalir bersama konflik.
Beberapa Pendekatan untuk Mengelola Konflik, yaitu :
1. Problem Solving. Pendekatan ini disebut juga dengan win-win solution. Dalam model ini, para pelaku bertemu untuk mendiskusikan permasalahan dan isu-isu yang berkaitan dengan konflik. Tujuannya adalah untuk mengitegrasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing kelompok. Konflik dijadikan sebagai masalah bersama, dan kedua pihak harus berusaha mencari solusi yang kreatif. Dalam pertemuan itu mereka dapat bebas mengekspresikan perasaan dan bertukar informasi. Hasilnya merupakan solusi ’win-win’, bukan ’win-lose’. Pendekatan ini, dapat digunakan jika : kedua kelompok yang bertikai saling memiliki tingkat kepercayaan satu dengan yang lainnya, kedua pihak memiliki komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan konflik, serta bila investasi dlm organisasi sangat bernilai tinggi.
2. Superordinate Goals. Pengalihan pada tujuan yang lebih tinggi dapat menjadi metode pengurangan konflik yang efektif, dengan cara mengalihkan perhatian pihak-pihak yang terlibat dari tujuan mereka yg berbeda menjadi tujuan bersama pada tingkat yang lebih tinggi. Misalnya, dua Fakultas di UNIMA terlibat konflik dalam persaingan mendapatkan dana penelitian, sebab dana terbatas.
3. Expansion of Resources. Apabila konflik muncul karena kelangkaan sumber daya, maka untuk memecahkan masalah, diperlukan upaya perluasan sumber daya. Namun, sumber daya organisasi yang terbatas, tidak mudah juga diperluas.
4. Avoidance. Manajer melakukan penghindaran, seolah-olah tidak ada konflik. Ini bertujuan untuk mengulur waktu dan menunda, menunggu lebih banyak informasi guna mengambil tindakan yang tepat. Model ini diterapkan jika persoalan dalam organisasi bersifat sepele sebab masih banyak hal yang lebih penting untuk diurus, perlu waktu pematangan sebab situasi itu masih prematur, ada keyakinan bahwa isu itu memang dikonfrontasi, ada keraguan hasil yang bakal dituai, dan dianggap perlu untuk meredakan emosi yang memuncak.
5. Smoothing. Teknik ini menekankan kepentingan bersama (common interest) dan tujuan bersama (common goal). Tugas manajer untuk berupaya memperkecil perbedaan diantara kedua belah pihak yg bertikai, menitikberatkan bawah jika tidak bekerja sama maka tujuan organisasi akan terhambat, dan jangan sampai berpihak kepada satu kelompok.
6. Compromise. Metode ini merupakan pendekatan tradisional, dimana dalam menyelesaikan konflik menggunakan pendekatan tidak ada yang menang atau yang kalah, sebab masing- masing kelompok memberikan konsesi dan pengorbanan untuk saling memuaskan.
7. Authoritative Command. Dasar pendekatan ini ialah, eksekutif mempunyai wewenang untuk memaksa bawahannya menghentikan konflik. Teknik ini biasanya dijalankan, jika konflik memang sudah mengganggu organisasi, padahal nilai investasi yang ditanam sangat tinggi nilainya, dan tidak tampak jalan keluar, sehingga tidak bisa ditunda, harus cepat dan tegas. Kemudian jika dua pihak yang bertikai tampak tidak berkeinginan menyelesaikan konflik, sudah kondisi darurat perlu diambil keputusan segera serta jika manajer sudah yakin berada pada jalur yang benar.
Sering, pendekatan ini tidak menjawab isu utama. Saat itu konflik teratasi, tapi sewaktu-waktu bisa saja muncul. Karenanya, digunakan beberapa taktik yang ditujukan kepada pihak yang berkonflik, seperti : menggunakan fisik (membuat mereka takluk/ciut), mengancam menghukum (misal tidak memberi insentif), mengintimidasi akan dipecat, mengambil posisi diam (sampai mereka sadar), menunjuk kesalahan masa lalu (pernah salah saat ini juga bisa salah), atau menggunakan kedudukan/posisi (saya adalah bos anda).
8. Intergroup Training. Disini kelompok yang bertikai diminta mengikuti seminar/lokakarya di luar tempat kerja dengan fasilitator (tanpa diketahui) yang mengatur interaksi kedua kelompok itu. Pengalaman yang diperoleh diharapkan memperbaiki sikap dan hubungan. Jenis intervensi ini relatif butuh waktu dan biaya besar, serta perlu fasilitator yang trampil.
9. Third Party Mediation. Teknik ini menggunakan seorang konsultan sebagai pihak ketiga yang diundang untuk memediasi kelompok yang bertikai, ataupun dengan menggunakan jasa arbiter.
Pengelolaan Konflik (Pimpinan), menurut Wiliam Hendrik (2000:48-56). :
1. Integrating, yaitu gaya mempersatukan, yang berdasarkan pada usaha-usaha untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yg bisa diterima oleh semua pihak. Gaya ini tergambar dalam kalimat, "Tampaknya di sini terjadi perbedaan pendapat, karenanya mari kita kembali pada persoalan awal." Penggunaan teknik ini adalah jika waktu tidak terbatas, persoalannya kompleks, dibutuhkan komitmen dan strategi jangka panjang.
2. Obliging. Menghargai status pihak lawan. Dengan menempatkan nilai tinggi pada orang lain, maka mereka akan merasa dihargai. Dengan begitu, dapat saja membuat mereka mengalah. Gaya ini dapat dikalimatkan seperti, "Saya tahu anda ahli, bisakah anda memberikan jalan keluarnya?" Gaya ini digunakan bila persoalan itu tidak terlalu penting, pengetahun manajer terbatas dan tidak punya power.
3. Dominating. Penekanan pada kepentingan diri sendiri, didorong oleh keinginan menyelamatkan diri sendiri. Ini tercermin dalam falsafah ’lebih baik menembak daripada ditembak’. Dalam keadaan terpaksa dan mendesak, termasuk keyakinan bahwa sebagai pemimpin mempunyai hak, gaya ini diterapkan meski kepentingan orang lain tidak diperhatikan sama sekali. Bentuk kalimatnya "Saya tidak peduli, kerjakan saja apa yang sudah saya perintahkan." Gaya ini digunakan bila persoalan tidak kompleks, waktu terbatas, solusi tidak populer, yang terlibat kurang ahli dan persoalan ini penting bagi manajer.
4. Avoiding. Manajer menghindar dari persoalan karena tidak perlu solusi jangka panjang dan komitmen tidak dibutuhkan. Kemudian bila isu itu tidak terlalu mendesak, tapi yang terlibat sudah panas dan perlu didinginkan, dengan pernyataan, "Saya belum melihat fakta yang sebenarnya, kita akan bertemu lagi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar